Kamis, 14 Februari 2013

statifikasi sosial belanda dan jepang

Makalah sosiologi Strafikasi sosial belanda dan jepang Disusun oleh : Kelompok 1 Nama anggota :  Bagus ryanda wowor  Dimo risky fajri  Lisa yana  Muhammad shandy agusti  Silvia eka putri Sma negeri 3 pekanbaru Tahun ajaran 2013 / 2014 Daftar isi Bab 1 Kata pengantar Pendahaluan Bab 2 Pembahasan Isi • I . PENGARTIAN STRAFIKASI SECARA UMUM • II. Strafikasi pada zaman belanda • III. Strafikasi pada zaman jepang Kesimpulan Bab 1 Kata pengantar Kalimat pertama yang akan kami sampaikan adalah rasa syukur yang luar biasa kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan ridhoNya lah saya dapat menyelesaikan makalah sederhana saya ini tepat pada waktunya. Makalah ini kami susun karena merupakan salah satu tugas yang diberikan pada mata pelajaran sosiologi pada Semester Ganjil. Makalah ini akan membahas Stratifikasi Sosial yang terjadi di masyarakat pada zaman belanda dan jepang. kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam proses pembelajaran kuhususnya bagi siswa siswi program studi IPS di SMAN 3 PEKANBARU ini. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat banyak kekurangan dan kesalahan dalam makalah yang sederhana ini.Karena pada dasarnya kami hanya manusia biasa yang masih dalam tahap belajar dan masih harus banyak melakukan perbaikan. Kami mengucapkan banyak terima kasih pada semua pihak yang membantu kami dalam menyusun makalah ini dan bagi semua pembaca makalah ini. Penyusun, Anggota kelompok 1 Pendahaluan Setiap manusia dihadapan Tuhan adalah sama. Pernyataan tersebut merupakan hal yang secara universal diakui oleh manusia .Namun dalam masyarakat, kami, Anda dan orang di sekitar kita, dipandang berbeda karena status yang dimiliki.Sebagai contoh kita dapat perhatikan keadaan dalam unit terkecil dari masyarakat, yaitu keluarga.Pada suatu keluarga inti umumnya terdapat orang tua dan anak-anak, orang tua tentunya memilik posisi lebih tinggi dari anak-anak. Posisi ini di dapatkan karena orang tua memiliki status sebagai pembentuk keluarga, pemimpin dalam menjalankan kehidupan keluarga. Perbedaan posisi individu atau kelompok ini yang akan kita pelajari dalam makalah ini. Perbedaan tersebut dalam sosiologi kita kenal dengan konsep stratifikasi sosial.Pembahasan materi stratifikasi sosial dalam makalah ini akan kita mulai dari pemahaman mengenai konsep stratifikasi sosial. Hal ini yang akan kita bahas pada strafikasi sosial pada zaman jepang dan belanda di indonesia. Bab 2 Pembahasan I. PERGERTIAN STRAFIKASI sosial Stratifikasi sosial (Pelapisan Sosial) adalah penggolongan untuk pembedaan orang-orang dalam suatu sistem sosial tertentu kedalam lapisan-lapisan hirarkhis menurut dimensi kekuasaan, previlese dan prestise. Penggolongan untuk pembedaan artinya: setiap induvidu menggolongkan dirinya sebagai orang yang termasuk dalam suatu lapisan tertentu (menganggap dirinya lebih rendah atau lebih tinggi daripada orang lain) untuk digolongkan kedalam lapisan tertentu suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan-lapisan hirarkis menurut dimensi kekuasaan, privilese dan prestise. STRATIFIKASI SOSIAL pada zaman belanda & jepang diindonesia II .Stafikasi sosial pada zaman belanda Masa Penjajahan dimulai dari masa kolonialisme Belanda dimana terdapat 3 golongan yaitu Orang Belanda dan Eropa yang merupakan golongan kelas satu, kemudian di kelas dua ada Golongan Indo-Eropa dan timur asing yang terdiri dari China, India, atau arab. dan terahir adalah Golongan Bumiputra yaitu orang Indonesia yang merupaka pegawai pemerintahan maupun petani dan pedagang. Selanjutnya ketika masa penjajahan Jepang terdapat perkembangan sistem stratifikasi sosial walaupun tetap golongan Jepang merupakan kelas satu, tapi di kelas dua terdapat golongan orang Indonesia yang berpendidikan, kemudian ada golongan Timur asing, golongan rakyat, dan ada golongan Belanda-Eropa. Dalam kenyataannya, pelapisan sosial pada masa Hindia Belanda sebenarnya sangat berlapis-lapis. Seperti dalam peraturan hukum ketatanegaraan Hindia Belanda (Indische Staatsregeling) tahun 1927, lapisan sosial masyarakat dibedakan menjadi 3 golongan yaitu: a. Golongan Eropa dan yang dipersamakan, golongan ini terdiri atas: 1) Orang-orang Belanda dan keturunannya 2) Orang-orang Eropa lainnya seperti Inggris, Prancis Portugis, dan lain-lain. 3) Orang-orang yang bukan bangsa Eropa tetapi telah masuk menjadi golongan Eropa atau telah diakui sebagai golongan Eropa. b. Golongan Timur Asing, didalamnya adalah orang Cina, Arab, India, Pakistan, serta orang-orang kawasan Asia lainnya. c. Golongan Bumi Putra yaitu orang-orang yang asli Indonesia yang disebut inlander. Keterangan : a. Lapisan menengah, kelompok keturunan Asia atau Timur Asing, khususnya Cina yang menguasai perdagangan. Lapisan atas, orang putih, Belanda yang bekerja di perkebunan dan pemerintahan, berorientasi kepada budaya Barat b. Lapisan menengah bawah, kaum priyayi, dan pamong praja c. Lapisan bawah, yaitu rakyat atau penduduk pribumi Skema stratifikasi sosial pada zaman Belanda : A : Golongan Eropa B : Golongan Timur Asing C : Golongan Bumiputera Ada pun perbedaan diskriminatif dalam berbagai bidang :  Dalam bidang pendidikan, Belanda hanya memperbolehkan rakyat biasa bersekolah hanya sebatas kelas 2 setingkat SD atau hanya sekedar bisa membaca dan menulis. Hanya bangsa biasa dan golongan ningrat yang dapat meneruskan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.  Dalam bidang ekonomi, Bumiputera hanya diperbolehkan menjadi pedagang kecil. Sebaliknya, golongan timur asing mendapat kesempatan mengelola ekonomi menengah, seperti menjadi pedagang grosir dan pemilik pabrik kebutuhan pangan. Ekspor hasil perkebunan berupa teh, tembakau, kopi, dan tebu dikelola oleh Belanda atau orang Eropa Masyarakat indonesia pada zaman belanda di bagi dalam lapisan – lapisan berdasarkan ras. Belanda menempatkan penduduk asli pada strata yang paling bawah yang di sebut inlander. Sikap belanda yang sangat diskriminatif ini mengakibatkan penduduk asli indonesia terpuruk dalamkebodohan,kemiskinan,dan,keterbelakangan. Belanda menerapkan politik monopoli dan juga menerpakna feodalisme. Belanda sendiri merupakan negara monarki yang menganut paham feodalisme. Kondisi ini sangat menghalangi penduduk asli untuk melakukan mobilitas sosial ke atas. Sebabnya semua jabatan tinggi di duduki oleh orang belanda. Selain itu jabatan seperti bupati di pegang oleh penduduk asli golongan ningrat.glongan nigrat pada masa itu menjadi alat bagi belanda untuk mewujudkan kepentingannya di indonesia. Untuk sekolahpun warga asli berasal dari rakyat biasa sangat susah. Apabila mereka sekolah, pendidikan mereka hanya sebatas kelas dua setingkat SD atau hanya sekedar dapat membaca dan menulis. Itupun hanya delam rangka memenuhi tenaga kerja Politik devide et impera pemerintah Hindia Belanda dilakukan dengan cara horizontal dan vertikal. Secara horizontal, pemerintah Hindia Belanda membenturkan perbedaan karakteristik antar daerah di Indonesia. Sedangkan secara vertikal adalah dengan batasan dan tingkatan yang tegas berdasarkan ras dan warna kulit. Dengan demikian, sistem pelapisan sosial pada masa Hindia Belanda dibentuk atas dasar kelompok-kelompok ras dan warna kulitnya. Semakin gelap warna kulitnya akan semakin kebawah lapisan sosial seseorang demikian sebaliknya. Sistem ini disebut ideologi kolonialisme karena dirancang dan ditanamkan kedalam pemahaman anggota masyarakat. Adanya deskriminasi dalam kedudukan dan warna kulit, maka aktivitas masyarakat pribumi lebih banyak merupakan arus bawah karena dibawah masyarakat kolonial. Hindia Belanda menekan segala pemikiran dan pengaruh arus bawah supaya jangan muncul ke permukaan, dengan mempertahankan tegaknya peraturan kolonial yang melarang semua kegiatan yang berbau politik. Namun pemimpin-pemimpin tradisional lokal masyarakat Kalimatan Tengah pada umumnya, mampu memanfaat sarana yang ada pada waktu itu untuk membentuk wadah persatuan yang merupakan organisasi-organisasi seperti syariat Islam dan syarikat Dayak. Pemerintah kolonial Hindia Belanda saat itu sangat ketat memberi izin keluar daerah Kalimantan, karena sangat ditakuti oleh Pemerintah Hindia Belanda, berpengaruhnya jiwa nasionalisme yang pada waktu itu sedang tumbuh pesat di pulau jawa (awal abad 20). Pemerintah Hindia Belanda lebih sering mengizinkan pemuda-pemuda dari masyarakat Kalimantan Tengah untuk bersekolah di Sulawesi dari pada ke pulau Jawa. Oleh karena itu, banyak pemuda-pemuda Kalimantan Tengah memperoleh kesempatan belajar di Makasar untuk menjadi pegawai Pamong Praja. Adanya garis pemisah antara dua masyarakat, yang sengaja diadakan oleh pemerintah Hindia Belanda, yaitu masyarakat kolonial dan masyarakat tradisional-lokal, serta sikap pemerintah Hindia Belanda yang membedakan sangat menyolok gaji pegawai pribumi dengan orang-orang Hindia Belanda sendiri, serta fasilitas – fasilitas yang lebih baik seperti perumahan dan liburan. Pengurangan peranan pemimpin tradisional lokal serta yang diskriminatif dalam tata pergaulan dan kepangkatan terhadap kaum intelek pribumi serta pungutan pajak terhadap anggota masyarakat di Pangkalan Bun khususnya dan di Kalimantan Tengah pada umumnya cukup memberi kegelisahan sosial. Pemerintahan Hindia Belanda dalam menghadapi kegelisahan sosial didaerah Kalimantan Tengah mengeluarkan peraturan RR. III (Regering Reglement S. 1855 nomor 2) yang berisi bahwa ”Perkumpulan-perkumpulan dan rapat-rapat yang bersifat politik atau yang dapat mengancam ketentraman umum dilarang di Hindia Belanda, terhadap pelanggaran larangan ini akan diambil tindakan sesuai keadaan.” Dengan adanya peraturan dari pemerintah Hindia Belanda ini maka sukarlah bagi rakyat di Kalimantan Tengah untuk mendirikan suatu perkumpulan yang bersifat politik. Untuk menghindari kesulitan meminta ijin mengadakan rapat pembentukan suatu organisasi, maka diusahakan agar tampilan organisasi tersebut menitikberatkan kepada bidang keagamaan, usaha sosial atau kemanusiaan. Dampak yang lain adalah pembubaran Syarikat Islam di Pangkalan Bun, karena sejak berdiri tahun 1914 organisasi ini menjalankan paham politiknya berdasarkan ajaran Islam, dalam waktu relatif singkat telah mendapat simpati yang banyak dari umat Islam yang mayoritas di Pangkalan Bun. Tetapi pada awal tahun 1940 berdirilah BAPERIS (Badan Perguruan Islam) yang dicetuskan oleh Pangeran Adipati Mangku Negara sebagai Mangku Bumi kerajaan Kotawaringin, bersama haji Abdussyukur, seorang saudagar di Kumai (Bappeda: 2004: 24). Di kalangan masyarakat Dayak yang beragama Kristen berdiri syarikat dayak tahun 1919, karena organisasi ini tidak bergerak dibidang politik pada awalnya maka pihak Hindia Belannda tidak membubarkan organisasi ini. Namun dalam perkembangannya syarikat Dayak berubah menjadi Pukat Dayak yang kemudian berubah menjadi Partai Dayak. Hal ini membuat Pemerintah Hindia Belanda curiga, akibatnya untuk mengurangi kekuatannya pemerintah Hindia Belanda memisah-misahkan pimpinannya dan dengan berbagai dalih serta ancaman, membuat organisasi berkurang aktivitasnyasejak1926. Janji dari Gubernur Jenderal Mr. J.P Graff van Limburg Stirum tentang perluasan hak-hak bagi pribumi dalam mengatur dirinya sendiri, ternyata di Kalimantan Tengah tidak pernah pemerintah Hindia Belanda menyiapkan sesuatu ke arah maksud tertentu. Ucapan tersebut hanya basa-basi untuk menenangkan pemerintah saja. Melalui guru-guru yang pada mulanya putra daerah sendiri, yang kemudian memperoleh simpati dari guru Taman Siswa di Pulau Jawa. Guru-guru menumbuhkan rasa kebangsaan di hati para murid, walaupun sangat berbahaya jika diketahui oleh pemerintah Hindia Belanda saat itu. Bentuk pemisahan dalam bentuk pendidikan pada masa pemerintah Hindia Belanda adalah untuk rakyat biasa sebagai pribumi didirikan sekolah rakyat tiga tahun (Volkschool) yang hanya sekedar belajar menulis, membaca dan berhitung. Kemudian dilanjutkan ke Vervolgschool selama dua tahun. Untuk kampung yang banyak penduduknya kedua sekolah ini digabung menjadi Vervolgscool juga. Di Pangkalan Bun letak kedua sekolah tersebut dari hasil wawancara penulis dengan H. Tengku Syahrial adalah terletak di sekitar kawasan RSUD Sultan Imanuddin serta di SDN Raja-raja sekarang. Karena Banjarmasin merupakan pusat pemerintahan kolonial Belanda di Kalimantan Selatan dan Tengah maka untuk anak-anak Cina diperkenankan pemerintah Hindia Belanda mendirikan sekolah rakyat Cina. Disamping itu juga berdiri Holtansdch Inlandsche School (HIS), hanya orang pribumi tertentu yang boleh masuk bersekolah disini. Seleksi ketat tersebut melihat kemungkinan murid belajar bahasa Belanda, kemampuan orangtua membayar sekolah dan kedudukan orang tua murid, sehingga sekolah ini disebut ”Sekolah Belanda”, walaupun ada sekolah khusus anak-anak orang Belanda yaitu Europsche Legere School (ELS). Dari uraian diatas dapat dilihat perbedaan warna kulit dalam pendidikan pun dibedakan oleh pemerintah Hindia Belanda. Praktek yang dijalankan tidak memberi jalan ke pribumi untuk berkembang lebih cepat dalam pendidikan, karena kalau ingin meneruskan pendidikan diatas sekolah Dasar Pemuda Pangkalan Bun harus keluar daerah. III. Stafikasi sosial pada zaman jepang Pada jaman pendudukan Jepang, Jepang muncul sebagai warga negara kelas I. Kaum pribumi Indonesia naik menjadi warga negara kelas II, sedangkan golongan Cina dan Indo Eropa merosot menjadin kelas III.Di Pangkalan Bun pernyataan ini ada benarnya juga karena pada masa pendudukan Jepang di Pangkalan Bun, mereka melakukan pendekatan-pendekatan persuasif kepada masyarakat pribumi dan berusaha mengambil hati masyarakat dengan membagi-bagikan barang kebutuhan, saling mengajarkan bahasa dan bersikap ramah terhadap masyarakat Pangkalan Bun. Walaupun sebenarnya mereka ingin menduduki daerah Swapraja Kotawaringin secara halus. Pada awalnya memang berjalan mulus, pemerintahan pendudukan Jepang dapat meyakinkan masyarakat bahwa mereka adalah saudara tua yang akan membawa dan memberikan kemakmuran. Namun dalam perkembangannya mereka mulai menuntut bantuan rakyat seperti pembuatan pabrik-pabrik dan pembangunan bangunan-bangunan untuk kepentingan perang dengan menggunakan tenaga sukarela dari masyarakat, serta perintah pembuatan kebun-kebun untuk memperkuat sektor bahan makanan. Baru ketika berakhirnya perang pasifik yang membuat mereka frustasi sehingga sikap mereka menjadi brutal. Pada waktu awal Jepang menduduki kotawaringin, mereka mengancam orang-orang Belanda dan orang-orang Tionghoa, sehingga banyak orang Tionghoa yang menyembunyikan barang dagangannya dan menutup toko-tokonya. Namun kemudian setelah orang-orang Tionghoa tidak diapa-apakan, mereka mulai berani lagi untuk berdagang. Mengenai para bekas pegawai gubernemen yang sama mengungsi, mereka kemudian dipekerjakan kembali oleh Jepang namun pemerintahan pendudukan Jepang juga tidak segan-segan membunuh orang-orang yang dicurigai masih serta kepada pemerintah Hindia Belanda. Mengenai kedudukan Sultan pada saat itu, pemerintahan pendudukan Jepang tidak membedakannya secara khusus, Sultan harus menaati semua peraturan yang dibuat oleh mereka sama seperti masyarakat lainnya. Contohnya adalah setiap orang yang melalui pos penjagaan harus memberi hormat, tidak terkecuali sultan. Ketika Jepang menyerah kepada sekutu, di Kotawaringin tentara pendudukan Jepang mencoba berkuasa dengan merebut semua radio milik penduduk. Tindakan ini agar penduduk tidak mendengar berita kekalahan mereka. Baru pada tanggal 18 September 1945 pimpinan mereka T. Iri ditangkap oleh NICA di Kumai dan seorang pimpinan tentara Pendudukan Jepang berpangkat Taicho melakukan bunuh diri, pemerintahan pendudukan Jepang berakhir di Pangkalan Bun. Skema stratifikasi sosial pada zaman jepang : 1 Golongan Jepang 2. Golongan Bumi Putera 3. Golongan Cina & Eropa

1 komentar:

  1. terlalu rumit sob .
    coba ditata lagi ya .
    biar ga keliatan banyak .
    pusing yang liat .

    BalasHapus